BANJAR DAN GOWA MENGHADAPI BELANDA

Rabu, 22 Juni 2011



A.     KERAJAAN BANJAR
             Kerajaaan Banjar merupakan bagian dari Kerajaan Demak, namun setelah Kerajaan Demak mulai lemah Kerajaaan Banjar menghentikan pengiriman upeti ke Demak. Kerajaan Banjar sering berselisih dengan kerajaan yang ada di Jawa. Seperti sikap Banjar yang kurang bersahabat dengan Kerajaan Mataram (1622-1637). Setelah adanya musuh bersama yaitu VOC, maka Banjar dan Mataram mengadakan perjanjian persahabatan.
            Belanda sangat tertarik dengan hasil bumi Banjar terutama karena ladanya, sehingga Belanda meminta hak monopoli namun ditolak oleh raja. Walaupun akhirnya terdapat kontrak, tetapi kenyataannya tidak demikian karena yang menguasai lada ialah para pangeran yang prekteknya menjual lada pada siapa saja.
            Orang Belanda yang pertama kali datang di Banjarmasin pada tahun 1606 adalah Gilles Michielszoon yang pada akhirnya terbunuh, yang diikuti terbunuhnya orang Belanda juga terbunuh di Sambas. Pembunuhan ini dikarenakan kompeni mengirim 4 kapalnya untuk merusak kota Banjarmasin. Dalam rangka pembalasan dan memamerkan kekuatan beberapa kapal Belanda pada tahun 1612 secara mendadak telah menyerang dengan melakukan penembakan dan pembakaran di daerah Kuin. Dengan demikian pusat pemerintahan kerajaan Banjar terpaksa dipindahkan ke Martapura, ke kraton baru yang terkenal dengan sebutan Kayu Tangi. Pada tahun 1635 di buat kontrak baru antara Belanda dan Banjar yang ditandatangani oleh Syahbandar Kerajaan Banjar bernama Retnady Ratya dari Gadja Babauw yang pada inti isinya yaitu monopoli perdagangan ditangan Belanda.
            Ketika Sultan Muhammad meninggal dunia pada tahun 1761, ia meninggalkan 3 (tiga) orang anak yang belum dewasa, yaitu Pangeran Rahmat, Pangeran Abdullah dan Pangeran Amir. Karena ketiga orang anak Sultan Muhammad itu belum dewasa, maka tahta kerajaan kembali ke tangan Mangkubumi, yaitu Sultan Tamjidillah, atau Pangeran Sepuh, dan pelaksanaan pemerintahan dikuasakan kepada anaknya Pangeran Nata. Dengan jalan menyuruh membunuh kedua kemenakannya, yaitu Pangeran Rahmat dan Pangeran Abdullah, Pangeran Nata berhasil memindahkan kekuasaan pemerintahan kepada dinastinya dan menetapkan Pangeran Nata sebagai Sultan yang pertama sebagai Penambahan Kaharudin.   
            Anak Sultan Muhammad (almarhum) yang bernama Pangeran Amir, atau cucu Sultan Tahmidillah melarikan diri ke Pasir, dan meminta bantuan pada pamannya yang bernama Arung Tarawe. Pangeran Amir kemudian kembali dan menyerbu Kerajaan Banjar dengan pasukan Bugis yang besar, dan berusaha merebut kembali tahtanya dari Susuhunan Nata Alam. Karena takut kehilangan tahta dan kekuatiran jatuhnya kerajaan di bawah kekuasaan orang Bugis, Susuhunan Nata Alam meminta bantuan kepada VOC. VOC menerima permintaan tersebut dan mengirimkan Kapten Hoffman dengan pasukannya dan berhasil mengalahkan pasukan Bugis itu. Setelah itu Pangeran Amir meminta bantuan kepada bangsawan Banjar di Barito, karena daerah itu diserahkan kepada VOC oleh Pangeran Nata. Setelah pertempuran itu Pangeran Amir tertangkap dan dibuang di Sailan. Sesudah itu diadakan perjanjian antara kerajaan Banjar dengan VOC, dimana raja-raja Banjar memerintah kerajaan sebagai peminjam tanah VOC.
            Pada 1826 diadakan perjanjian kembali antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Sultan Adam, berdasarkan perjanjian ini, maka Belanda dapat mencampuri pengaturan permasalahan mengenai pengangkatan Putera Mahkota dan Mangkubumi, yang mengakibatkan rusaknya adat Kerajaan dalam bidang ini, yang kemudian menjadikan salah satu penyebab pecahnya Perang Banjar. Isi perjanjian 1826 itu antara lain adalah :
a. Kerajaan Banjar tidak boleh mengadakan hubungan dengan lain kecuali hanya dengan Belanda.
b. Wilayah Kerajaan Banjar menjadi lebih kecil, karena beberapa wilayah menjadi bagian dibawah pemerintahan langsung Belanda.
c. Penggantian Pangeran Mangkubumi harus mendapat persetujuan pemerintah Belanda.
d. Belanda menolong Sultan terhadap musuh dari luar kerajaan, dan terhadap musuh dari dalam negeri.
e. Beberapa daerah padang perburuan Sultan yang sudah menjadi tradisi, diserahkan pada Belanda.
f. Belanda juga memperoleh pajak penjualan intan sepersepuluh dari harga intan dan sepersepuluhnya untuk Sultan. Kalau ditemukan intan yang lebih dari 4 karat harus dijual pada Sultan. Harga pembelian intan itu, sepersepuluhnya diserahkan pada Belanda.
            Gambaran umum abad ke-19 bagi kerajaan Banjar, bahwa hubungan kerajaan keluar sebagaimana yang pernah dijalankan sebelumnya, terputus khususnya dalam masalah hubungan perdagangan internasional. Tetapi kekuasaan Sultan ke dalam tetap utuh, tetap berdauat menjalani kekuasaan sebagai seorang Sultan.
B.     KERAJAAN GOWA
       Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor :
• letak yang strategis,
• memiliki pelabuhan yang baik
• jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.

                    Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.

                  Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE, sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat.
Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.
Beberapa sebab yang menimbulkan suasana permusuhan adalah karena kelicikan orang-orang Belanda yang hendak menagih hutang dari pembesar-pembesar Gowa, dengan mengadakan undangan jamuan, namun setibanya di kapal mereka dilucuti. Hal ini menyebabkan orang Makassar tidak senang dengan kompeni, yang dengan segala usaha memaksakan kehendaknya kepada Raja Gowa. Sebagai balasan awak sebuah kapal Belanda yang tidak tahu menahu yang turu di Sumba dibunuh oleh orang Makassar. Peristiwa ini membuat Joen Pieters Coen menaruh dendam kepada orang Makassar yang mempersulit mereka dimana-mana.
Kompeni dan orang Makassar berlomba untuk menyebarkan pengaruhnya karena kompeni menginginkan bagian terbesar dalam perdagangan rempah-rempah di Maluku. Pedagang-pedagan Makassar disebut kompeni sebagai “Perdagangan Penyelundupan”, karena pedagang Makassar menggunakan perahu, jung dan kora-kora yang dengan mudah melewati pantai karang yang dangkal, sedangkan kompeni sebaliknya. Untukmelumpuhkan kerajaan Gowa maka kompeni memblokir, dengan cara mengirim suatu armada ke Martapura dengan 6 buah kapal yang berawak dan bersenjata cukup. Mereka diperintah untuk langsung merusak, merongrong, merebut kapal-kapal Portugis, India dan Makassar yang berada di perairan Sombaopu. Namun hal ini gagal karena Raja Gowa telah mendapat berita dari Jepara tentang rencana VOC dan tiga minggu sebelumnya kapal-kapal Portugis telah berangkat menuju Kakao. Untuk beberapa waktu keadaan kompeni sangat sulit. Ini ditambah dengan Buton yang tidak dapat membantu kompeni karena di bawah Kerajaan Gowa. Oleh karena itu, kompeni mengirim utusan untuk mengadakan perjanjian. Hal ini diterima baik ileh Raja Gowa. Isinya yaitu bilamana orang Makassar masuk perairan kekuasaan kompeni maka dapat dianggap sebagai musuh, jadi dapat diserang tanpa memutuskan kontrak antara Gowa dan kompeni. Perdamaian ini sempat tercoreng dengan adanya perselisihan seperti, ketika kompeni merampok suatu angkutan kayu cendana yang telah dijual orang Makassar kepada Portugis.
Perang terbuka pecah pada tahun 1654 sanpai 1655. Pertempuran terjadi diantaranya di Pelabuhan Sombaopu, Buton dan Maluku terutama di Ambon. Orang Makassar yang berada di Asahudi mendapat bantuan dari Gowa dan Majira, seorang pemimpin Maluku. Pada bulan Maret, Majira menyerbu benteng Luku di Seram Kecil. Walaupun kompeni mengalami kemenangan namun kerugian yang diakibatkanperang sangat besar, sehingga Batavia mengirim utusan perdamaian. Pada tanggal 27 Februari 1656 tercetus perjanjian yang dianggap kompeni sangat menguntungka Gowa. Sehingga Belanda mengirim ultimatum kepada raja. Sehingga muncul perang lagi, yang mengakibatkan benteng Penakukang dikuasai oleh Belanda. Untuk  merebut benteng, raja mengadakan perjanjian yang sangat merugikan yang isinya, melepaskan Buton, Menado, dan Maluku; Portugis harus meninggalkan kerajaan; raja harus membayar kerugian perang. Keadaan semakin runcing, ketika Belanda memberi bantuan kepada musuh Gowa, yaitu Aru Palaka. Akhirnya perang tidak dapat dihindarkan, perang ini disebabkan karena kapal VOC De Leuwin terdampar di sekitar Gowa dan 16 meriamnya diambil.
Setelah mengadakan perlawanan yang maksimal terhadap kompeni pasukan Gowa terpaksa menyerah. Walaupun menyerah, mereka tetap tidak tinggal diam menunggu kedatangan kompeni di bawah Speelman. Mereka mendirikan benteng di sepanjang pantai kerajaan, dan memperkuat hubungan diplomatik dengan cara bersahabat dengan Banten. Dengan Bone, raja menjalankan politik lain, yaitu mencegah berhasilnya Aru Palaka membuat suatu pemberontakan rakyat Bone terhadap Gowa. Walaupun Belanda kuat, keadaan Belanda menyedihkan karena penyakit yang merajalela dan persenjataan yang menurun. Belanda dengan bantuan Bone dapat mengalahkan pos-pos kerajaan Gowa.
Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.

a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.

Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.
Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.

0 komentar:

Posting Komentar